Kamis, 29 Oktober 2009

Sabuah Lagu Untukmu..

Naik kereta api, tut tut tut...
siapa hendak turut???
ke bandung-cicalengka
beli tiket naik goceng saja
santai kawanku kalau naik...
kretaku BERHENTINYA LAMA...

ayo nyanyikan 3x maka kau akan menjadi lebih cantik,
hihihihihi
=D


-originallee-

Jumat, 16 Oktober 2009

amères bonbons que je mange

quand donnent tous un rêve,
Je entravé fatigué,
on ne sait jamais,
Je ne veux plus jamais à choisir,
J'y suis resté,
ketidakpasian parmi les débris,
quelque chose que je ne pouvait pas atteindre,
trop loin pour moi d'atteindre,
jusqu'à ce que tout perdu dans l'amertume,
qui m'a tué doucement..

T.T

Yuli 'uLi' Kusniawati

Selasa, 18 Agustus 2009

IBUKU TANAHKU WARNAKU

Ibu dan aku adalah tanah dan batang padi
Tiap pagi embun kuteteskan di dahinya
Ia kan menggeliat lalu tersenyum penuh arti
Dengan tangan hangatnya ia beri aku tak sekadar cinta
Ia tanamkan nyawa dan cita-cita
Dalam hela napasku mengakarlah impiannya
Aku rasakan tiap titik garis tubuhku terlahir dari sentuhannya
Jika hujan turun atau mentari tiba
Aku dan ibu makin erat bicara
Ia genggam tanganku dan ajak aku berkelana
Selami semua renungan tentang dunia
Bicarakan Yang Maha Kuasa
Hingga tiba saatnya aku tinggalkan ia,
masih senyumnya yang bercahaya


from aldes with loooooove

Jumat, 12 Juni 2009

apa kabar, (go) blog!

maap pemirsa (serasa aya nu maca, ha..)
sim saya baru bisa mosting lagi,,
dikarenakan ada kepentingan keluarga, hoho..
mohon ibu/bapak guru memakluminya.
(kambuh stresna)

kitu we,

eh,
bilih aya nu bade nyumbang kanu dompet abi,
segera hubungi ke (go) blog ini!
tidak menerima recehan,
hanya menerima uang seratus ribuan..
hihi..

apabila dalam 3 hari penyakit belum sembuh,
harap hubungi dokter,

oke, begitulah..
saya tunggu di riau 11.
terimakasih.

by Yuli Kusniawati

ketidakwarasan padaku

ketidak warasan padaku
mmbuat bayangmu slalu ada
menentramkan malamku
mendamaikan tidurku

keyidakwarasan padaku
membuat hidupku lebih tenang
aku tak kan sadari
bahwa kau tak lagi disini

aku mulai nyaman berbicara pada dinding kamar
aku tak kan tenang bila sehatku datang

ketidakwarasan padaku
slimut tebal hati rapuhku
berkah atau kutukan
namamu yang kusebut

aku mulai nyaman berbicara pada dinding kamar
aku tak kan tenang bila sehatku datang

jika hati akan mati
jika jiwa terus menari dan bermimpi..

by SO7

kuma urang we

gelo.. gelo.. gelo..
stuck.. stuck.. stuck..
boke.. boke.. boke..
hayang maehan maneh!!!!

kopse siah!

tos ah,,

oleh: yuli kusniawati

Minggu, 31 Mei 2009

Kuburan, Hujan

by rani aldes saribanon

Suatu ketika hujan ramah menyapa
Kala itu malam belum larut
Aku belum ingin terpejam
Namun mimpi menjelma
Kutengok
Hanya ada aku dan kau di dalamnya
Tak berucap tak berpandangan
Duduk bersebelahan tanpa gerakan
Hujan berubah garang
Kau dan aku merinding ketakutan
Namun masih tanpa suara tanpa niat berkata
Sesaat setelah hujan mereda
Gerimis ciptakan riak di atas genangan
Ingin sungguh kuulurkan tangan padamu
Mengajakmu menari atau sekadar tersenyum
Namun aku hanya berani menunduk
Berpandangan dengan pantulan di kubangan
Sayangnya, kau pun lakukan yang sama

(kapankah kiranya kita kembali saling mengenal?)

Minggu, 03 Mei 2009

Maria termenung di bawah angkasa
Pandangnya simpan ribuan tanya 
Tentang dunia, cinta, dan semua hal yang buatnya gulana
Dia mampu tangkap jutaan tawa dan kata
Semua bercerita tentang hal nyata
Dalam jiwanya bergolak nada-nada
Entah kenapa terasa begitu maya
Bintang dan langit malam tampak hampa
Tiba-tiba yang terpikir hanya mengenai samudera
Samudera sehitam arang dan jelaga
Merasuki tiap titik hatinya
Duapuluhtujuh hari dalam istana
Duapuluhtujuh hari dalam cahaya
Tapi duapuluhtujuh hari dalam gamang rasa

Maria punya cita-cita
Di lisan sederhana saja
Dia mau bisa bahagia
Tanpa buaian dosa

Maria...
Maria kambali buka mata
Lantunkan semua keinginan dalam doa
Hening damai hatinya berkata
Tulus pasrah curahkan semua asa
Siapa tahu Tuhan masih bersedia
Ulurkan tangan pada Maria yang menghamba
Beri bantuan gapai mimpinya

Maria masih menunduk dalam pedihnya jiwa

Berharap Tuhan masih bersedia

(aldes)

Kamis, 30 April 2009

THE PARAPHRASE OF ICHAY'S RHAPSODY
Part II
by rani aldes saribanon


Siang itu aku duduk di bench yang nampak tua namun kuyakini masih kokoh menopang tiap makhluk yang bersedia melepas lelah di atasnya. Aku tak suka menunggu orang, namun aku lakukan jua, tak begitu rugi, toh yang kutunggu adalah sahabat karibku. Entah mengapa saat itu aku hanya termenung, berusaha menangkap bayang-bayang dari siluet yang sempat bertengger di bahuku namun terlalu cepat berlalu. Perlahan aku memalingkan muka, mencari hal-hal yang jauh lebih baik daripada sekadar memanjakan khayal masa lalu. Kupandangi langit biru, hijau dedaunan rimbun angsana yang selalu memesona, lalu lalang makhluk-makhluk kampus, jalan yang hitam dan sepertinya tak akan pernah berubah warna, dinding gedung tempatku biasa belajar (termasuk dengannya di kelas yang sama, meski hanya untuk dua mata kuliah), dan, ah, tiba-tiba pandanganku terbentur sangat keras pada satu sosok yang tak pernah kukenal baik namun selalu kurasakan kukenal baik, entah mengapa. Aku, sekuat tenaga, menahan diriku agar tak sedikut pun menimbulkan gerakan yang berpotensi akan membuatku malu atau membuatnya curiga. Aku bersyukur telah terlahir sebagai seorang perempuan karena, seperti yang pernah kudengar, hanya dengan ujung mata pun perempuan sudah dapat menangkap objek pandangannya, lain halnya dengan laki-laki yang harus benar-benar memusatkan bola matanya saat ia berniat memandang sesuatu. Maka, sambil tersenyum dalam hati, lewat lirikan yang teramat singkat aku tahu ada yang salah dengannya, dengan kakinya tepatnya.

"Woi, yuk, pulang," suara si banci Agni memecah pemusatan pikiranku. Sial, kenapa ia harus selesai dengan hajatnya di kamar mandi di tengah-tengah keasyikanku dengan sosoknya. Namun aku tersadar, kalau bukan karena menunggu kawanku yang satu ini, tentu aku pun tak akan dapat berjumpa dengannya. Aku pun bangkit dari tempatku duduk, lalu berjalan bersama Agni dan kawan-kawan yang lain.

Aku sengaja melambatkan laju jalanku, membiarkan kawan-kawanku berjalan lebih dahulu, karena tiba-tiba aku berniat menyapanya.

"Eh, kenapa tuh kaki?" tanyaku padanya sambil menunjuk ibu jari kaki kirinya yang terbalut kassa dan plester dengan rapi, tanpa ragu, tanpa peduli ia akan menganggapku "sok akrab" atau apapun. Namun sungguh Tuhan itu Maha Berencana, dan rencana-Nya tak pernah mampu kutebak! Aku yang – tadinya – begitu yakin pertanyaanku hanya akan berakhir dengan sebuah jawaban sederhana, ternyata mendapat sambutan lain. Dia tersenyum kecil, sama persis dengan senyum yang ia beri di kelas tempo hari.* Senyum yang sialnya – lagi-lagi – membuatku sedetik terkesima namun berjam-jam tak tenang saat malam tiba (.......).

"Oh, ini. Ketinggang tangga," setelah berhasil membuatku terpana lewat senyumnya, ia sekali lagi membuatku tercengang dengan jawabannya. Ketinggang, sebuah jargon baru, bahasa Sunda katinggang yang dipaksakan beradaptasi dengan imbuhan dalam bahasa Indonesia, ke-.** Aku ingin tertawa mendengar jawabannya, namun tidak kulakukan mengingat aku cukup menghargainya dan tidak ingin membuatnya tersinggung. 

Setelah meninggalkan secarik senyum, aku berlalu, menghampiri kawan-kawanku yang telah berada beberapa puluh meter di hadapanku, dengan tetap menyimpan sepotong ingatan baru tentangnya.


Bersambung...
(komenmu menentukan kelanjutan parafrase ini)

#nama yang tercantum dalam parafrase ini disamarkan agar tidak menimbulkan ke-ge-er-an pada tokoh sebenarnya ;)#

* see part I of "the Paraphrase of Ichay's Rhapsody"
** imbuhan ke- dalam wacana di atas adalah imbuhan tidak baku, peralihan dari imbuhan ter- yang artinya "tidak sengaja di-". 
Contoh:
Baku: Eka menangis saat jari tangannya terjepit pintu.
Setengah tidak baku: Eka menangis saat jari tangannya kejepit pintu.
Total tidak baku: Eka nangis pas jari tangannya kejepit pintu.
Versi "dia-nya Ichay": Eka menangis saat jari tangannya kecepet pintu.
Versi penulis: Eka (Ramdani) gak mungkin nangis dong cuma gara-gara jari tangannya kejepit pintu!

(silakan buat versimu sendiri kalo mau mah…)


Kamis, 16 April 2009

THE PARAPHRASE OF ICHAY'S RAPHSODY (part 1)

by  Rani  Aldes Saribanon


"Uh, apaan nih? Pake parfum kok gila-gilaan gini?" ujarku. Tak berani menegur -- karena toh tak akan bisa diubah, parfumnya sudah terlanjur menempel, tak mungkin disedot lagi kan? -- aku bermigrasi ke barisan belakang. Ah, ada hal konyol lainnya. Dua anak laki-laki yang tentunya lebih senang disebut "cowok" di sampingku saling melempar bungkus cokelat. Ih, norak! Sebagai penyempurna, pagi penuh hal menyebalkan ini ditambah dengan hal yang lebih mengesalkan lagi dengan kenyataan bahwa tiba-tiba bungkus cokelat itu bersarang di tempatku duduk.
"Eh, sori, gak sengaja," salah satu dari mereka berkata sopan sambil memungut benda kecil tadi.
"Jangan buang sampah sembarangan!" ketus kujawab.
"Iya, sori ya..." sambil tersenyum kali ini ia berkata. Alamak! Senyumnya itu loh... Terpesona, keluarlah "ga apa-apa" dari mulutku.

Jumat, 27 Maret 2009

Let Me..

Let me live like a child,
with the smile all day,
and the rainbow all night,

Let me cry in the shiny room,
with the golden tears,
and the dark dreams,

Let me go to my own hurt,
with the full bloody of sick,
and knife slices it,

Let me get my crimson joy,
with the angels arround,
and the heaven I on..

By Yuli Kusniawati
(March, 22nd 2009 : 8.08pm)

Minggu, 22 Maret 2009

Kalau kau pasang telinga saat hujan mereda, akan kau dengar melodi Saraswati
Bila kau coba meraba dalam sesat dan hampa, kau kan rasakan lembut sang Laksmi
Saat mata kau tajamkan dalam malam paling gulita, adalah keindahan yang kau lihat dari Giri Putri
Ketika kau paksa diri bangkit dari sisa terakhir energimu, kau akan dapatkan hangat napas Dewi Sri
Dan
Jika kau tak lagi punya mimpi dan tempat bersandar, menyenandungkan semua kisah yang tak pernah siapapun tahu, sungguh kau kan temui aku di ujung penantianmu

7 Juli 2008
20.15
Aldes
Kemarin, sebuah serenada kucipta saat hujan mereda
Segores jingga ditinggalkan senja dalam beberapa bait liriknya
Kecupan angin mengubahnya dan percikan dari genangan menghidupkannya
Ia tengah menari saat aku teringat pada pelangi yang tak kasat mata
Langit membiru dan menggelap, membawa sepucuk dua pucuk awan yang menyimpan cahaya di balik mendungnya
Kutuliskan beberapa potong kata di ujung nada
Menjelmakan rasa dan asa yang lama disimpan jiwa
Serenadaku menari makin indah dan anggun seiring gulita yang makin menerpa
Ingin kupeluk ia erat dan mesra

(7 juli 2008, 20.58)
Aldes (ganteng)
CAN WE STILL BE FRIENDS?

Toddo Rundgren

We can’t play this game anymore, but
Can we still be friends?
Things just can’t go on like before, but
Can we still be friends?

We had something to learn
Nom it’s time for the wheel to turn
Things are said one by one

Before you know it’s all gone
Let’s admit we made a mistake, but
Can we still be friends?

Heartbreak’s never easy to take, but
Can we still be friends?

It’s a strange sad affair
Sometimes seems like we just don’t care
Don’t waste time feeling hurt
We’ve been through hell together

La la la la, la la la la
Can we still be friends?
Can we still get together sometime?

We awoke from our dream
Things are not always what they seem
Memories linger on
It’s like a sweet sad old song

Minggu, 15 Maret 2009

Smell Train

Untuk kesekian kalinya alarm ditelepon genggamku berbunyi, namun aku snoze dan snoze lagi. Hingga tepat pada pukul enam pagi aku baru benar-benar tersadar dari tidur malamku.

"ya ampun, telaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaat!"
Ya begitulah kira-kira kegiatanku setiap pagi. Namun kali ini aku benar-benar terlambat. Cepat-cepat aku pergi mandi dan berangkat menuju stasiun kereta kecil di daerahku. Namun ternyata kereta yang akan kutumpangi terlambat datang karena mengalami kerusakan pada bagian mesinnya. Menambah keterlambatanku saja, padahal aku harus pergi ke kampus.

Setelah lima menit aku menunggu, terdengar suara yang keluar dari pengeras suara yang mengumumkan bahwa para calon penumpang Kereta Api Patas tujuan Bandung diharapkan masuk ke kereta Kahuripan sebagai kereta pengganti. Bagiku ini tidak adil, kereta Patas yang biasanya aku tumpangi adalah kereta Bisnis yang lumayan bersih dan "eksklusif" untuk para pengguna kereta lokal harus diganti dengan kereta ekonomi yang datang dari kediri menuju padalarang.

Dengan sangat terpaksa akupun menaiki kereta tersebut, tak apalah, daripada aku terlambat sampai di kampus. Ini untuk pertama kalinya aku menginjakkan kakiku dikereta ini. Kesan pertama yang aku dapat adalah "bau..", ya maklumlah didalamnya terdapat orang-orang yang sedang melakukan perjalanan dari Kediri menuju Bandung kurang lebih selama 17 jam. Jadi terhembuslah aroma-aroma yang yang kurang enak untuk dicium. Tapi bukan hanya itu saja, mereka juga melepaskan sepatu dan kaos kaki mereka diatas kursi, juga mengangkat kaki mereka yang pastinya bau, ke atas kursi yang menambah bau keadan sekeliling.

Sebenarnya bau tersebut dapat diminimalisir bila para pengguna kereta bisa lebih menjaga sikapnya. Salah satunya mereka harus menjaga sopan-santunnya agar tidak mengangkat kaki mereka keatas kursi tempat duduknya.***

By Yuli Kusniawati

Selasa, 10 Maret 2009

My nose is so green!

Aaaaargh!

My nose is so green,
Grass is grow up there,
And also the trees.
Like a garden in the cities.

No!
Because I'm gotting flu.

Sro0o0o0o0o0o0o0t..

He,,


By. Yuli Kusniawati

Rabu, 04 Maret 2009

Malam yang Berhujan
by Yuli Kusniawati

malam yang berhujan
simbol dari apa yang Tuhan berikan pada malam
memeluk erat mimpi-mimpi yang terangkai do'a
merayu asa merangkai mimpi dalam imajinasi malam
membujuknya menutup mata
menghabiskan malam dalam asa yang terpendam
mencintai malam yang berhujan

Sabtu, 14 Februari 2009

anyar euy!!

Ehm....
Naon nya??
Aduh,,ngomong naon atuh?!
Nya pokona mah HIDUP PERSIB!!
Hehe...

Jadi oge euy (go) blog teh, setelah sekian lama direncanakan. Sugan aya nu daek maca...

Perkenalkan, kami dua orang anak kembar yang kebetulan lahir dari rahim yang berbeda, Yuli Kusniawati n Rani Aldes Saribanon. Kalo kebetulan kamu udah kenal, yakinlah bahwa kamu adalah orang yang tidak terlalu beruntung.

Selamat Bergabung di KLUB JANGAR!